Aku harus mulai darimana ya nulis kali ini, maklum otak
sudah benar-benar tumpul setelah hampir dua tahun ga produktif lagi di blog
ini.
Hmm...mari kita coba, semoga bisa cukup tersampaikan lewat
tulisan kali ini ya..
Beberapa saat yang lalu aku memberanikan diri ikut lomba
foto yang diadakan di Jakarta. Dalam lomba ini dicari 2 pemenang utama dengan
kategori pemenang berdasarkan pilihan juri dan pilihan masyarakat melalui like terbanyak di akun instagram.
Awalnya pesimis. Maklum lah mana pernah ikut lomba beginian,
skala nasional lagi. Eh sebentar, sepertinya
pernah jaman masih kurus dulu (baca: mahasiswa). Itu juga bisa dapat piala karena
pesertanya sedikit. Hehe
Setelah buka sana-sini file foto yang ada di laptop,
akhirnya ada beberapa yang memenuhi tema "air" yang disyaratkan si penyelenggara
lomba, salah satunya foto temanku yang hampir tenggelam (kelelep) di sungai Kalimantan. Foto ini sudah usang sekali. Diambil saat masih mahasiswa juga, tepatnya
saat sedang ikut kegiatan mapala.
Karena memang tidak ada syarat maksimum tahun pengambilan
foto, maka meluncurlah beberapa foto ini ke akun instagramku.
Berbekal pengetahuan melihat teman-teman yang suka colek
sana-sini jika sedang ikut lomba, aku pun mecoba hal yang sama. Setelah colek
sana-sini juga, seketika fotoku di instagram mendulang like yang cukup banyak dibandingkan milik para finalis yang lain
(aku keponya kebangetan kalau sudah begini, buka sana sini mastiin yang lain ga
dapat like lebih banyak, haha).
Singkat cerita, tibalah hari pengumuman itu dan namaku
dinyatakan sebagai pemenang utama lomba foto dari kategori pilihan masyarakat dengan
like terbanyak di instagram. Hadiah
utama pun menjadi milikku, selembar voucher
berbelanja di toko buku ternama
senilai satu juta rupiah.
Walaupun pada akhirnya kemudian voucher itu berpindah ke pemilik yang baru (karena aku bingung
membeli apa di toko buku yang jualannya semuanya bahasa Inggris itu), tapi
aku tetap senang. Senang karena berani lagi melawan ke-minder-an-ku sendiri dalam
mengikuti kompetisi foto.
Selain itu, yang ingin kusampaikan di sini, ternyata
semua yang kita lakukan itu memang benar punya makna lho. Dan berhubungan.
Seandainya dulu aku ga milih masuk Fakultas Pertanian UNLAM Bjb, ga mungkin aku bisa jadi anggota mapala Graminea. Seandainya aku ga jadi anggota mapala Graminea ga mungkin bisa ikut kegiatan alam bebas di salah satu sungai Kalimantan itu. Seandainya waktu itu aku ga ikut kegiatan alam bebas bersama teman-teman mapala, ga akan ada momen kelelep air itu. Seandainya ga ada momen kelelep air dan aku juga aku ga tergerak untuk mengambil foto, ga akan ada foto itu. Dan kalau foto itu ga ada, maka ga akan ada juga kemenanganku atas lomba foto yang kuceritakan ini.
Seandainya dulu aku ga milih masuk Fakultas Pertanian UNLAM Bjb, ga mungkin aku bisa jadi anggota mapala Graminea. Seandainya aku ga jadi anggota mapala Graminea ga mungkin bisa ikut kegiatan alam bebas di salah satu sungai Kalimantan itu. Seandainya waktu itu aku ga ikut kegiatan alam bebas bersama teman-teman mapala, ga akan ada momen kelelep air itu. Seandainya ga ada momen kelelep air dan aku juga aku ga tergerak untuk mengambil foto, ga akan ada foto itu. Dan kalau foto itu ga ada, maka ga akan ada juga kemenanganku atas lomba foto yang kuceritakan ini.
Teman, hanya sebuah foto yang di masa itu aku sendiri ga terlalu menghargainya (diambil, dipindahkan ke laptop dan ga pernah
dibuka lagi), ternyata punya dampak besar di kemudian hari. Hanya dari sebuah
foto usang yang waktu itu mungkin saja aku mengambilnya sambil bercanda,
ternyata bisa membuatku mendapatkan voucher
buku senilai satu juta rupiah. Amazing!
Aku jadi makin percaya kalau setiap yang kita lakukan sekarang akan berdampak pada diri kita di masa depan. Nah, apa kamu juga percaya? :)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 comments:
Posting Komentar