Minggu, 27 November 2011

Bagiku, Tetap IBU

Setelah kemarin (dipaksa) menjadi juri untuk lomba Vocal Group Accoustic di kampus, hari ini kursi peradilan itu kembali kududuki.

Lomba yang berikutnya tadi merupakan ajang pencarian pasangan mahasiswa, yang akan menjadi icon kampus, laiknya Abang None yang mewakili Jakarta.

Bersama ketiga juri lainnya, kami berusaha membaca karakter para peserta melalui jawaban-jawaban pertanyaan yang kami lontarkan.

Acara pun dimulai. Peserta dipersilakan mengambil satu gulungan kertas yang berisi pertanyaan dari salah satu dewan juri.

Ketika gulungan pertama berpindah tangan ke genggaman pemandu acara, aku menarik nafas dalam-dalam dan berkata (tepatnya berteriak) dalam hati: pertanyaanku, ayo ayo, pertanyaanku, pertanyaan dari akuuu.

Benar saja. Ternyata pertanyaan pertama itu milikku: Siapakah orang yang paling berpengaruh dalam hidupmu? Kenapa ia menjadi sosok yang paling berpengaruh dalam hidupmu?
 

Aku menarik nafas dalam-dalam.
Seperti biasa, aku menjawabnya terlebih dahulu dalam hati dan pikiranku.

Ibu.
Ayo jawab saja ibu.
Jawablah ibu sebagai orang yang paling berpengaruh dalam hidupmu.
Jawablah ibu, aku mohon..

"Ayah" jawab peserta pertama itu mantap.

DEG!

Sesaat aku mematung demi mendengar kata pertama yang keluar dari peserta pertama ini. Sesaat seperti ada rasa perih yang perlahan menjalar di dadaku. Sesaat aku kehilangan kesadaran sedang berada di tengah-tengah ruangan bersama yang lainnya. Sesaat aku seperti merasa ingin berlari ke hutan dan berteriak sekencang-kencangnya.

Tidak, tidak. Ibuuu, harusnya jawabannya ibuuu, aku ingin jawabannya ibuuu..

"Orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya adalah ayah."

Tidak, tidak. Bagiku tetaplah ibu.

"Karena ayah adalah sosok yang berkharisma, mandiri dan mampu menjadi panutan di keluarga kami."

Tidak, tidak. Ibu, dengan kasih sayangnya, lebih mumpuni. Tak kenal lelah memberi penghidupan bagi anak-anaknya.

"Ayah itu lelaki yang bertanggungjawab dan mampu menjaga keluarganya, serta telah berhasil mendidik saya menjadi seperti sekarang ini."

Tidak, tidak. Ibu jauh lebih mengerti aku.

Aku terjaga dari lamunan ketika kurasakan tepukan di bahuku. Rupanya sedari tadi peserta telah selesai dengan jawabannya dan mereka masih menunggu reaksiku.
Aku sedikit tergagap.
Kuberikan tanda bahwa tak ada pertanyaan lanjutan dariku.

Kemudian aku terdiam.
Aku diam.
Diam.




###

Kalau memang ayah itu ada, kemana ia ketika aku menangis untuk pertama kalinya? Kemana ia ketika aku meringis saat lututku terluka karena belajar naik sepeda? Kemana ia ketika aku bersorak gembira ketika pertama kalinya berhasil memenangkan sebuah kompetisi? Kemana ia ketika semua orang memberiku ucapan selamat telah mengukir prestasi-prestasi menakjubkan lainnya? Kemana ia ketika aku ingin bercerita pengalamanku menapaki jengkal demi jengkal tanah-tanah indah di Indonesia? Kemana ia ketika aku berusaha mencari bahu dan pelukan hangatnya untuk mengurangi sesak yang menyiksa saat infus-infus itu sering menggerayangi tanganku? Kemana ia ketika kuperlukan jemarinya untuk mengusap air mata yang berebut keluar di saat-saat terendah dalam hidupku? Kemana ia saat...


Bagiku ibu tetaplah sosok yang paling berpengaruh dalam hidupku, pun apapun kata orang tentang sosok seorang ayah.
Bagiku ibu adalah ibu dan ayahku.

Cukup.








Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Jumat, 25 November 2011

Ke-tidak-adil-an Adil

Empat hari menjelang pertemuan musuh bebuyutan itu, Adil tak merasakan apa-apa, biasa saja, masih bisa melewati masa dengan hari yang berpelangi tawa dan rasa.

Satu hari sebelum pertarungan musuh bebuyutan itu, hanya sesekali sekelebat bayang keraguan menghampiri dirinya. Tapi itupun tak apa baginya.

Tiga jam sebelum titik temu itu, Adil merasakan kejanggalan pada irama detak jantungnya, yang jauh lebih cepat dari biasanya.

Tiga jam sebelum titik temu itu, Adil semakin sering menyeka dahi dan lehernya, yang kian lengket karena aliran keringat dinginnya -padahal kipas angin sudah benar-benar tertuju padanya-.

Tiga jam sebelum titik temu itu, Adil merasa suhu tubuhnya meningkat pesat, namun berbanding terbalik dengan permukaan tangannya yang pucat pasi, seperti baru keluar dari freezer selama berjam-jam.

Tiga jam sebelum titik temu itu, Adil merasakan pelupuk matanya yang kian menghangat dan perlahan mulai mengeluarkan cadangan airnya.

Tiga jam sebelum titik temu itu, Adil merasakan sesuatu yang amat dikenalinya: perasaan takut kalah, seperti kejadian setahun yang lalu, yang mengantarkannya pada detik-detik penyesalan mendalam akibat ketidakmampuannya menyelamatkan gelar jawara tim basket, yang tiga tahun berturut-turut sebelumnya telah direngkuh oleh timnya.

Dua jam sebelum titik temu itu, semuanya masih sama seperti keadaan sejam sebelumnya.

Satu jam sebelum titik temu itu, semuanya masih sama seperti keadaan sejam sebelumnya. Yang berbeda adalah cadangan air dari pelupuk mata itu semakin membanjiri pipinya yang tembem, seperti air hujan yang menetes deras di atas buah apel ranum.

Dan saat akhirnya titik temu itu menghampirinya, Adil berusaha menebar senyum seperti biasanya, namun masih dalam keadaan emosi yang sulit dikuasainya.

Dan baru di kwarter kedua dari titik temu itu, Adil merasakan nyeri yang luar biasa lagi di bagian dada kirinya, tepat di daerah benda yang memberikan degupan kehidupan baginya itu. Rasanya nyeri seperti ditusuk puluhan jarum dan rasa panas yang membakar dari dalam, meski tanpa ada api yang menyembul keluar dari bagian itu.

Adil mahfum.
Ini biasa dan sering terjadi, pikirnya.

Tapi sesungguhnya Adil marah pada dirinya sendiri.
Marah karena belum juga berhasil bisa mengontrol rasa-rasa itu di tubuhnya.

Ini tak adil, batinnya.

Ini tak adil.

Tak adil

Sungguh,

tak adil.


Dan kekalahan yang dipeluknya dari titik temu kali ini (lagi), menambah daftar ke-tidak-adil-an dalam pikirannya hingga saat ini.

Ke-tidak-adil-an yang sungguh, Adil.









Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Rabu, 23 November 2011

What I Wanted..

A former mentor once asked me what I wanted to do with my life; I answered, "I want to help people." He then commented that I really need to help myself first. It took me a while to work out what he meant by that.

These days, I help myself by helping others.

Praise The Lord..

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Senin, 21 November 2011

Pe-sakit-an Sakit



"Anda mengerti ga sih gimana rasanya jadi mereka yang sakit, kemudian menerima perlakuan seperti yang barusan Anda dan temanteman Anda berikan semalam? Bagaimana kalau terjadi apaapa dengan mereka? Bagaimana kalau tibatiba sakitnya kambuh dan harus dilarikan ke rumah sakit? Siapa yang akan bertanggung jawab? Siapa? Siapa?"


Hey, Anda yang mengatakan hal itu kepadaku kemarin, dengarkan ini: 

Ga usah SOK NGERTI gimana rasanya jadi orang sakit, kalau Anda sendiri BELUM PERNAH merasakan sakit.

Ga usah SOK PEDULI sama orang sakit, kalau Anda sendiri BELUM PERNAH berbagi rasa dengan mereka yang pernah sakit.

Ga usah SOK TAHU gimana rasanya sakit, kalau Anda sendiri BELUM PERNAH TAHU gimana rasanya sakit yang benarbenar sakit.

Mereka yang menggunakan ke-sakit-annya sebagai alasan untuk tak berusaha lebih dari yang lain, tak pantas untuk dipantaskan menerima ke-sukacita-an hidup.

Mereka yang berlindung di balik ke-lemah-annya, tak andal untuk bisa diandalkan duduk bersamasama menjalani masa yang tak bertuah tuan korup.

Dan mereka, Anda, yang memainkan peran "pemerhati", tidak -sama sekali tidak- ada harganya di mataku.  Pun itu Anda lakukan dengan (topeng) solidaritas kemanusiaan.


Percayalah, dunia tak selalu nyaman.
Dan Anda, sekali lagi, tak usahlah berlaku tahu jika bahwasannya Anda sendiri tak tahu menahu akan ke-tahu-an itu sendiri.
Tanyakan padaku bagaimana rasanya sakit itu.
Akan kuberitahu Anda lebih dari yang Anda ketahui sekarang.



Titik.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Jumat, 11 November 2011

I lost my rainbow

Jumat, 11 November 2011
Pukul 17.45 WITA


Setelah latihan padus, ada sms dari teman:
"Pelangi lagi bagus tuh, apalagi kalau ngambil angle nya dari bundaran simpang 4 Banjarbaru".

Tanpa pikir panjang, langsung go to TKP (Tempat Kejadian Pelangi).
Hmm, ternyata garisgaris maya itu sudah pudar, yang tersisa hanyalah gumpalangumpalan mega yang berarak tak sabar menunggu antriannya.
Sedikit kecewa, tapi ya sudahlah..
Tak ada pelangi, megamega ini pun cukuplah..
Lain waktu pasti kudapatkan lagi pelangi itu.. :)










Bundaran Simpang 4, Banjarbaru

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Rabu, 09 November 2011

Entahlah..

Bulan belajar menerima keadaan tanpa matahari.

Karena takdir bulan hanyalah bintang.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Jumat, 04 November 2011

(Lagi-lagi) Aku Cemburuuuuuuu :(



Marah, ya?
—–
Ga, cuma kesal
—–
Ga usah bohong
Iya bilang iya, ga bilang ga

—–
Iya2. Marah dengan HP
—–
Ya sudah marah sana sama HPnya
—–
Hp kok ditaroh sembarangan, dibiarin dibuka2 lagi sama temannya
—–
Tadi itu ga sengaja, dia pinjem buat sms kknya
—–
Huh… :(
—–
Huh juga… :(
—–
Huh,, double huh… :(
—–
Huh,, triple huh… :(
—–
Huh,, double triple huh… :(
—–
Iya2, maaf… Tidur sana sudah

—–
Mana bisa tidur kalau masih kesal

—–
Ya sudah, sini jidatnya dielus2 dulu biar kesalnya hilang

—–
Arghhh… :(




Kalau saja aku laboran, sudah kuramu larutan kimia menjadi nuklir yang membumihanguskan.

Kalau saja aku dokter hewan, sudah kuinjeksikan berjuta bakteri ke raga binalmu.

Kalau saja aku pengacara, sudah kugiring engkau sebagai terdakwa pemakzulan cinta.

Kalau saja aku pejabat, sudah kudepak engkau dari singgasana istana.

Kalau saja aku petani, sudah kubakar engkau layaknya gulma pengganggu tanaman.

Kalau saja aku polisi lalu lintas, sudah kutilang engkau seperti pengendara mabuk tak tau jalan pulang.

Kalau saja aku politikus, sudah kutikam engkau dari belakang.

Kalau saja aku nelayan, sudah kupancing dirimu, kemudian ku iris dan ku bakar hingga layak santap malamku.

Kalau saja aku perampok, sudah kutodongkan sebilah pisau ke lehermu, dan kuteriakkan: pilih nyawa atau nyawa?!
Namun aku hanya si kekasih yang cemburu pada sang kekasih.
Si kekasih yang marah pada si penggoda sang kekasih.
Mana bisa aku berlaku seperti si ’kalau’?
Hey, penggoda!
Jangan coba-coba lagi menggoda
Karena lain waktu si aku (mungkin saja) bereinkarnasi jadi si ‘kalau’
Kau tak akan bisa mengecap lagi rasa nyaman dalam mimpi
Mengerti?

Celahati, 01032011

###
Puisi yang sama ada disini

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Aku (Masih) Cemburuuuuuuuuu :(

Selamat pagi bening yang menggelayut di tanduk mata
Selamat pagi irama degupan yang membuncah di jiwa
Selamat pagi raga yang terbelit selang kurva siksa

Bagaimana kabarmu di sana?

Aku di sini masih dihinggapi murka yang tak tuntas
Cemburu pada angin malam bebas
Menggelayut mesra di bahu yang biasa kurengkuh
Berhembus lembut ke arah dua bola hitammu yang teduh

Kau,
Yang mengabaikanku semalam
Membuat lelapku tak tenang
Menyeretku ke dalam genangan bening tanpa kesadaran
Memenuhi tiap hentakan gelisah di malam panjang

Sengaja mengujiku?

Aku tak perlu itu, cinta..

Bukankah sudah berlapis-lapis diksi kutautkan ke hatimu?
Bermadu-madu kisah kusematkan di senyummu?
Bahkan ruang rindu ini sudah kumeterai atas namamu?

Berlakulah sama padaku, cinta..


Bangun sayang, udah pagi nih..
—–
Udah bangun kok daritadi
—–
Tadi malam maaf ya, pulsanya kosong pas mau balas lagi
—–
It’s doesn’t matter. Ga ngampus?
—–
Hmm… Siang baru ada kuliah. Ini mau nganterin teman ke toko buku dulu ya
—–
Siapa?
—–
Dede
—–
Arggghhh…
Kok sama dia terus?
Ga punya kaki sendiri ya dianterin terus?
—–
He… Sayang cemburu ya?
—–
Ih, GR.
Ya sudah anterin sana
—–
Oke, jalan dulu ya
—–

Argggggghhhhhh……..

Aku masih cemburuuuuuuuu :(


                                                                                                               Celahati, 25-02-2011

 Puisi yang sama ada disini dan disini :)

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Aku Cemburuuuuuuuuu :(

Aku mengamatimu dari lensa hatiku
—–
Hahaha…lebay…
—–
Serius. Hehe… Malam ini ada planning apa? Jangan kemana-mana ya.
—–
Hmm…sebenarnya ada janji dengan Dede, mau latihan bareng, nyiapin buat lomba bulan depan. Tapi ga jadi.
—–
Kenapa ga jadi?
—–
Malam Jumat.
—–
Malam berikut-berikutnya juga ga boleh.
—–
Ya boleh dong.
—–
Ga ga ga ga ga. Pokoknya ga boleh :(
—–
—–
Tunggu aku pulang aja ya, akan kutemani kemanapun sampe jam berapapun.
—–
—–
Sayang?
—–




Arghhh… Smsku ga dibalas lagi. Argh urgh ergh…
Andai selang-selang bening ini tidak sedang melekat di tubuhku, sudah kupastikan akan kudatangi engkau malam ini.
Atau frekuensi hatimu telah berubah?
Padahal sudah kukirimkan signal ke arah yang tepat.
Atau karena batrei tubuhku kini melemah?
Hingga kau campakkan bagaikan sampah.

Tunggu saja Selasa depan
Saat masanya ‘pasukan putih’ itu melepas selang-selangku
Akan kurasuki dirimu dengan mantra baru
Arggghhh!!!


Celahati, 24022011

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Tolong Aku




Tolong sampaikan padanya aku masih cinta

Tolong sampaikan padanya aku masih cinta

Tolong sampaikan padanya aku masih cinta

Tolong sampaikan padanya aku masih cinta

Tolong sampaikan padanya aku masih cinta


Tolong sampaikan padanya aku benar-benar masih cinta


Cukup
.
.
Itu saja
  
###
Puisi yang sama ada disini 

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Celahati



Sudah purnama kesekian kulewati
Mengurung diri dalam labirin kristal
Mengais-ngais kisah klasik masa lalu
Menyuarakan tatapan sendu dalam mimpi panjang
Sunyi

Kerlinganmu yang terus menyusup dalam celahatiku
Memenjarakan sepenuhnya apa yang kusebut rindu
Membuyarkan kewibawaan yang dengan pongah kusodorkan bagi yang lain
Menjadikan aku adalah aku

Tak mengapa jika kini semua kian berlalu
Namun ini tak akan beranjak semudah yang kita duga

Seluruh bulir-bulir kasih ini terus kukirimkan
Lewat telepati semua tersampaikan
(Harapku..)


Aku rindu



Celahati, 15042011

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Itu Pun Cukup, Mah..

"Nak, bangun yuk biar cepat siapsiap ke sekolah"

 

 

Mamah selalu membisikkan kalimat ini ke telingaku, sejak bangku kanakkanak menjadi tujuan langkahku setiap pagi.

Biasanya aku masih suka menggelayut manja di pelukannya, sebelum benarbenar beranjak dari tempat tidurku. Waktu itu mamah juga selalu menyelipkan beberapa lembar rupiah ke dalam genggamanku, baru kemudian dengan segera kulangkahkan kaki ini ke kamar mandi dan bersiap ke sekolah.


.

Ah, kalau mengingat masamasa itu malu sekali rasanya. Semanja itu kah aku dulu?


.

###


.

Sendu tatapanmu membekukan hatiku


Melafalkan ketiadaan rasa


Menguburkan masa


Itu pun cukup, Mah..


.

Ramburambu yang melekat di dirimu


Tersalin rapi


Meski tak seutuhnya menjelma di relung sikapku


Itu pun cukup, Mah..


.
.

Kala badai merah jambu mulai menelanjangi


Pontangpanting tak tentu arah kuberlari


Memang tak sepenuhnya kau mengerti


Tapi pelukanmu berbicara lebih dari yang kumengerti


Itu pun cukup, Mah..


.

Kemarau memang panjang


Namun kasihmu setiamu tak berkesudahan


Mengairi hati yang kian gersang


Itu pun cukup, Mah..


.


Namun..


Teriakku pada dinding


Teriakku pada tinta


Itu pun (ternyata belum) cukup, Mah..


.

Lalu pantaskah kini kucukupkan kisah kita?


.

Perca ini sedang kehilangan kainnya


Tak ingin kehilangan kainnya


.

Bantu aku mencukupkan semuanya lagi, Mah.. :/.


.

Celahati, 3 November 2011

 

 

###

Puisi ini juga ada disini


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Ini Isi Otakku Malam ini...



Aku tersentak atas petir yang menjilat
Kilat menyambar garis mayaku

Hujan, kau menyapaku lagi rupanya malam ini
Atau mungkin ia yang mengirimmu untukku?

Malu meruntuhkan malu
Menyapa kasih lewat angin
Tersampingkan hujan merembes cepat

Ah...
Mengapa tak langsung saja berkata?

Masih sewindu sebelum dasawarsa
Kita masih bermasa
Namun tak ada jaminan
Hati ini tetap menyimpan rasa

Terpudarkan hujan di malam pekat

Luntur

Relakah?


Celahati, 09032011


###
Puisi juga ada disini dan disini 

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Rasaku tentang Rasaku padamu

Malam ini aku masih belum bisa memejamkan mata. Pikiranku masih melayang, berusaha menghimpun kenangan yang kurajut bersamamu. Mengais-ngais kisah usang, meski sebenarnya itu baru saja kita tanam beberapa masa yang lalu.

Aku tak mengerti mengapa secepat ini. Aku tak mengerti pada rasa yang mengabu-abu di antara hitam dan putih hidup kita. Aku tak sanggup mengartikan pudarnya rasa di matamu, yang biasanya begitu menyala-nyala bahagia bila sedang bersamaku.

Ini salahku? Sepertinya selalu dan akan selalu menjadi salahku.

Aku yang tak pandai mengungkapkan amarah, selalu menahan murka dan menguburnya dalam-dalam sebelum sempat termuntahkan tanpa kendali.

Tentu saja itu menjadi bejana kemenangan bagimu. Senjata untuk meruntuhkan semua harga maaf yang kumiliki. Hingga mengalir kembali kisah kesalahan tak terungkap. Meski sebenarnya hati ini juga terkadang meronta, ingin menampakkan tajinya.
***


Jiwaku, tak tahukah engkau betapa dirimu begitu kujiwai?
Namamu terngiang lembut di setiap cubitan gerak jantungku.
Wajahmu terus membuntuti kemana saja tubuhku mengarah.
Hingga melodi sampan cinta ini terus kukayuh atas nama kita.
Itu semua karena aku padamu, Jiwaku.
***

Namun sekarang,
hah..
Tak guna lagi manis ucap kataku.
Tak sedikitpun wajahmu mengarah padaku, meski dengan penuh kasih kulafalkan nama kesayangan yang kuberi untukmu. Padahal di hari-hari indah kita sebelumnya, kau begitu tergila-gila atau tepatnya tersipu malu dengan menahan rona merah jambu di pipimu bila kupanggil dengan nama itu.
***

Aku benci dengan kegelisahan menjelang tidur. Aku benci semua kenangan yang membangunkanku di puncak malam, lengkap dengan isakan sepi yang menyayat. Aku benci ketika semua itu terjadi karena kau tak henti-hentinya bermain dalam imajiku, dalam hatiku dan dalam setiap helaan nafasku. Aku benci dengan diriku yang terikat pada harapan memilikimu. Aku benci aku yang menjiwaimu.
***

Masih di malam ini, kuputuskan untuk memutuskan. Menghentikan semua kegilaan yang kurangkai sendiri atas nama cinta.

Tertatih ku hapus dirimu dari lipatan kenangan di otakku. Bahkan nomor sakti yang biasanya bertuliskan nama sayangmu di hp ku itu telah turun derajat menjadi penghuni kelas terhapus. Golongan dari mereka yang tak lagi bermakna apa-apa buatku. Bagian dari masa lalu yang tak akan kubuka meskipun segudang rindu terus melesak, menusuk hatiku tiap kali malam menyapa.

Tak akan ada kata untuk kembali.
Aku telah menetapkan harga, tak perlu kau meragukanku kali ini.

Percayalah
Aku akan melupakanmu

Secepatnya




                                                                                                          Celahati, 090311


###
Puisi ini juga ada disini dan disini

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

BaA...???



Aku adalah salah satu mahasiswa yang sering lupa kalau statusku masih mahasiswa. Mungkin karena tak lagi setiap hari aku berkunjung ke 'Kampus Hijau’ ini.  Mungkin juga karena aku yang sudah mulai hilang ingatan tentang aktifitas kemahasiswaanku.  Atau mungkin juga sudah waktunya aku pensiun dari status itu dan mulai pasrah menyandang gelar ‘pengacara’ (Pengangguran Ga Ada Acara).

Namun di usia mahasiswaku yang semakin senja ini, kucoba mengumpulkan serpihan kenangan tentang seorang yang sebenarnya tak kukenal dengan baik, namun cukup menarik perhatianku karena kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.

Inisialnya “BaA”.

Seorang yang semula kupikir terlalu pendiam, atau lebih tepatnya kuper?  Maklum saja setiap harinya ia datang ke kampus hanya untuk kuliah, setelah itu tiba-tiba saja menghilang seperti ditelan bumi.  Jarang sekali terlihat bersama-sama dengan teman-temannya satu angkatan, apalagi berkumpul dengan kami, kakak-kakak tingkatnya.  Benar-benar misterius.

Namun pemikiran ini hanya mampu bertahan dalam waktu singkat.  Hingga akhirnya sedikit demi sedikit ia kukenal lewat media ‘abu-abu’ alias dunia maya.  Sepak terjangnya di dunia itu sempat membuatku terperangah.  Banyak site yang diramu dengan kedua tangannya, sebut saja Teplok’s Blog, Himatan’s Blog, BEM Faperta Unlam’s Blog, dan masih banyak lagi site-site yang berisi tulisan-tulisannya yang luar biasa, yang tak dapat dengan fasih kutulis di sini.

Pernah suatu ketika, aku sedang asyik surfer di dunia maya.  Tiba-tiba saja kulihat YMku berkedip-kedip pertanda ada pesan masuk. Kubuka layer YM, muncul nama Rexaf Archelos (Ingat-ingat lupa ini atau yang mana ya namanya).

Chat itupun kemudian dimulai dengan kata “tolong saya kak Maya..”.  Hahaha...rupanya ia sedang menikmati liburan panjang di kampung halamannya, namun karena sesuatu dan lain hal masih belum bisa kembali ke Banjarbaru.  Padahal beberapa hari kemudian adalah batas akhir pembayaran SPP untuk registrasi semester berikutnya.

Ia merupakan salah satu penerima beasiswa di jurusan kami, sehingga untuk pembayaran SPP hanya perlu menyerahkan selembar kertas bukti dari pihak sponsor kepada pihak universitas.  Tepat seperti yang kuduga diawal pembicaraan, ia pun mendaulatku sebagai ‘Kurir Kertas Keramat’ itu.

Ah... Kalau boleh jujur, sebenarnya aku sangat ingin menolak permintaannya.  Maklumlah, sebelumnya aku juga merupakan sesama penerima beasiswa itu, tapi karena ‘kebandelanku’ yang larut dalam dunia organisasi, akhirnya nilaiku di semester itu turun drastis.  Padahal syarat untuk terus mendapatkan beasiswa itu, ya nilainya harus tetap tinggi dan stabil...

Sial!  Kenapa tidak bilang tidak?

Namun akhirnya kuputuskan untuk membantunya.  Tak tega rasanya membaca permohonan-permohonannya yang menyayat kalbu (hahaha).

Ia kemudian mengirimiku fotonya sebagai lampiran registrasi untuk dipasang di KTM yang baru.  Lucunya, foto yang dikirimi itu bukan foto close-up seperti kebanyakan foto identitas resmi, melainkan foto seorang lelaki yang sedang duduk di sofa dengan gaya menyamping, lengkap dengan senyum khasnya.  Ckckck...

Besoknya aku ke Banjarmasin untuk menunaikan amanat si Rexaf Archelos.  Sedikit gontai kudatangi loket registrasi.  Kusempatkan memandangi foto di tanganku, ohemji... bagaimana mungkin ini bisa dijadikan foto KTM?  Si petugas mengernyitkan kening saat kuserahkan foto itu.  Aku terdiam.  Tak lama kemudian foto itu kembali ke tanganku.  Tentu saja, mana mungkin menggunakan foto itu untuk kartu identitas mahasiswa.

Aku tak kehilangan akal.  Kudatangi seorang teman yang kebetulan juga ada di sana saat itu.  Selanjutnya kuceritakan padanya secara singkat apa yang sedang kualami.  Dalam hitungan menit aku kembali ke loket registrasi sambil menyerahkan Kertas Keramat serta Foto Keramat itu.  Aku menahan nafas sejenak.....dan......lolos!!!  Foto p*lsu itu lolos.  Hahaha...akhirnya aku bisa bernafas lega :D

Kalau tak percaya, coba saja cek semua KTM si BaA.  Pasti ada satu foto yang lain daripada yang lain dari semua KTM yang ia miliki... :P

***

Sejak kejadian itulah aku mulai mengamati sosok BaA.  Aku mulai suka membongkar isi blog pribadinya.  Bukan karena aku psikopat atau paparazzi (hehe), tapi karena tulisan-tulisannya memang bagus dan sering membuatku penasaran.  Maklumlah, sebagai pecinta diksi, aku haus membaca tulisan-tulisan apa saja yang ‘indah’ di mataku.

Apalagi ada satu tulisan atau tepatnya puisi, yang katanya memang didedikasikan untukku sebagai ucapan terimakasihnya untuk pertolonganku waktu itu.  Aku lupa apa judulnya dan apa isinya, namun yang paling kuingat adalah perasaan bahagia yang kurasakan saat membacanya.  Puisi yang tulus.

Tulisan-tulisannya yang lain juga menarik, menggambarkan pribadi yang cerdas dan rendah hati.  Pilihan kata yang digunakan dalam tiap tulisannya benar-benar rapi, lugas, kreatif, santun dan tentu saja...indah.

Dalam dunia organisasi pun ia merupakan sosok yang mumpuni.  Tak sedikit event yang berhasil dibesut dengan baik, mulai dari level jurusan, fakultas, hingga nasional pernah 'terjamah' oleh si BaA.

Hal ini membuatku mulai memandangnya dari sudut pandang baru.  Aku yakin ia pribadi yang BERBEDA daripada teman-teman sebayanya.

Daaaaannnnn.....tentu saja.....

Waktu yang (telah) membuktikannya... ^^


Juli 2010 ia mengutarakan niatnya padaku untuk menjadi sekjend himpunan mahasiswa jurusanku di skala nasional. Waktu itu kuberikan senyumku padanya, kemudian kukatakan: "Aku mungkin tak mengenalmu secara mendalam, tapi menurutku ini bukan posisi yang tepat di saat yang tepat untukmu."

Setengah jam mungkin kami habiskan untuk membahas hal tersebut.  Singkat memang, tapi kami berhasil menyatukan persepsi dan meraih kesepakatan bahwa ini memang bukan masanya.  Aku lebih setuju jika ia mengepakkan sayap di Kampus Hijau terlebih dahulu, karena saat ini kampus ini benar-benar membutuhkannya.

Dan kini, Maret 2011, ia memenuhi janjinya.

Mengajukan diri untuk menjadi wakil mahasiswa di Kampus Hijau selama satu periode ke depan.

Melangkah dengan sepenuh hati, bertarung melawan segala argumentasi yang mematahkan.


***

Aku beruntung berkesempatan menjadi salah satu saksi mata atas proses 'reinkarnasi' si BaA yang pendiam menjadi si BaA yang 'tak bisa tinggal diam'.

Dulu ia pernah berkata bahwa ia begitu mengagumiku. Hmm...padahal sebenarnya aku lah pengagum setiamu.....



Buyung al Amin (Siregar).



###
Tulisan ini juga ada disini

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Aku Tak Ingin, Aku Tak Ingin!




Aku tak ingin lelap malam ini dalam diam
Karena teriakan kegusaran terus menghentak dinding ubun-ubunku

Aku tak ingin lelap malam ini dalam layu
Karena sejuta gerah ini ingin bermuara, satu

Tak mengertikah engkau akan inginku?

Duduk kemari,
Akan kuceritakan satusatu kilas balik rasaku

Kau tak mau?

Bah!
Aku pun tidak!

Hanya saja aku tak ingin lelap malam ini dalam rindu


                                                                                            Celahati, 23022011


###
Tulisan ini juga ada disini dan  disini

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Akulah Pendusta Terhebat


Setiap Kau dan Dia sedang berkirim sinyal
Aku hanya mampu tergugu dengan hati yang meluruh
Menahan segala perih atas kenyataan ketidakmampuanku memilikimu

Akulah si Pendusta Terhebat
Memasung wajah terkukuh lengkap dengan seyum ketulusan
Padahal setulusnya cabikan luka yang tengah meraja

Akulah si Pendusta Terhebat
Tetap setia mengelus pipimu seraya meneduhkan hatimu lewat belaiku
Padahal setianya keteduhan itu sendiri berlari daripadaku

Akulah si Pendusta Terhebat
Dengan apik menyimpan tiap inci rasaku tanpa ada celah terkisah
Padahal jelas terasa amukan celahatimu yang menyusup ke celahatiku

Kadang si Pendusta ingin jadi si Polos yang jujur berkata
Merengek menodong perhatian si Didustai
Namun dimanakah letak keberanian lidah bersua?

Jika kejujuran adalah baik
Tentu tak searah dengan langkah si Pendusta Terhebat

Karena makna hakiki kejujuran
Merubah wujud permainan hati si Pendusta Terhebat menjadi bualan kelam kerinduan

***
Akulah si Pendusta Terhebat
Bertahan melawan segala keadilan masa
Menanti kematiannya sendiri dalam tumpukan rasa
Dusta



                                                                                                              Celahati, 29062011


###
Tulisan ini juga ada disini dan disini

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

STOP BERPIKIR MA(hasiswa) PA(ling) LA(ma)!



MAPALA.  Sebenarnya topik ini mungkin sudah sering diperdebatkan.  Banyak kalangan yang memberi nilai minus bin negatif ke organisasi yang satu ini.  Kalau ada mahasiswa yang bermasalah di kampus, misalnya sering bolos kuliah, sering engga ngerjain tugas, dapat nilai rendah pas ujian, atau hanya melihat dari tampilan fisiknya yang rada nyeleneh, pasti ditanya: “ikut  mapala ya?”

Beruntung kalau jawabannya engga, kalau jawabannya iya, alhasil si Induk Semang yang ga mungkin bisa protes itu akhirnya jadi tumpuan dipersalahkan oleh mereka yang memegang teguh idealisme “mahasiswa manut”.  Apa salah si Induk Semang hingga Anak-anaknya diblack list seperti ini?

Aku sebenarnya juga malas nulis tentang ini.  Toh, meskipun tak ku tulis pun, tetap  ada pihak yang berpikir seperti aku (meskipun hanya sebagian kecil).  Toh, meskipun ku tulis pun, opiniopini “miring” itu tetap akan ada dari generasi ke generasi.  Hanya saja malam ini naluriku terusik karena baru saja aku didera (tepatnya dicecar) beberapa pertanyaan dari adik tingkatku: “kak, emang betul ya kalau ikut mapala itu lulusnya selalu lama?”

Arghhh...
Aku ingin menjelaskan semuanya sambil berteriak, agar ia (dan siapapun yang mendengarnya tadi) secepatnya mengerti.  Namun kutahantahan nafsu pembelaan diriku.  Seraya tersenyum kujelaskan padanya betapa sebenarnya kekuatan diri sendiri dalam menentukan pilihanlah yang menjadi ujung tombak segala laku di bumi ini.

Ah, mungkin bahasaku terlalu rumit. Begini maksudku, ikut atau tidaknya seorang mahasiswa dalam sebuah organisasi, tidak bisa dijadikan batasan mutlak untuk masa studinya.

Tak sedikit boneka kampus (maaf, ini hanya bahasa pribadiku untuk mereka yang berkacamatakuda), yang serius atau fokus untuk kuliah saja namun mengalami kendala dalam menyelesaikan studinya.  Walaupun kuakui, mereka yang menduakan studinya untuk kegiatan-kegiatan ekstra, menempati persentase kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan golongan pertama yang kusebutkan tadi.

Mapala itu hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak organisasi kemahasiswaan di kampus.  Organisasi mulia (menurutku) yang telah banyak mencetak kader-kader pilihan.  Kemampuan matematis yang diwahyukan (hahaha) di bangku kuliah, diseimbangkan dengan kemampuan logis dan analistis mapala melewati rentetan tahapan yang harus dilalui anggota-anggotanya.  Sebut saja latdas sebagai garba masuknya, kemudian dilanjutkan dengan lantap, ekspedisi, kepanitiaan, kepengurusan organisasi, dan seterusnya.

Tak semua yang memulai mampu untuk mengakhiri.  Mereka yang terkulai lemas di tengah ujian, biasanya memilih untuk mundur.  Namun label anggota mapala itu hanya akan dianugerahkan kepada mereka yang setia hingga akhir.  Tak tanggung-tanggung, anggota seumur hidup!

Anggota mapala ditempa untuk lebih menghargai alam, ditempa untuk mampu survive dalam keadaan genting sekalipun, ditempa untuk mampu berpikir logis sekaligus kritis dalam menghadapi beragam persoalan.

Jelas sudah betapa agungnya tujuan organisasi yang satu ini.  Atau mungkin aku terlalu berlebihan dan terlalu memujamuja organisasi yang kuikuti sejak 4 tahun silam ini?  Tapi coba kita tengok satu persatu mereka yang telah menjadi alumni kampus sekaligus “purna” mapala.  Adakah yang tak berhasil?  Naif jika jawabannya tidak ada.  Namun kali ini aku berani bertaruh persentasenya lebih rendah ketimbang golongan boneka yang kusebutkan di awal tadi -tentu saja aku berharap masuk deretan mereka yang berhasil- (hahaha).

Aku mungkin terlalu melebarkan topik.  Baiklah, kita kembali saja ke topik utamanya.  Stereotype yang berkembang saat ini, jika ikut mapala maka lumrahlah sudah masa studinya lebih lama dibanding mahasiswa lainnya.  Kegiatan-kegiatan mapala yang rutin dilaksanakan, menurut beberapa pihak menjadi alasan utama keterlambatan kelulusan seseorang.

Tidak benar.  Kutegaskan sekali lagi, TIDAK BENAR.

Jangan pernah mengkambinghitamkan hal lain untuk kesalahan diri sendiri.  Jangan pernah mencari pembelaan yang benar untuk sesuatu yang salah.

Hati dan pikiran si pelakulah yang menentukan kelulusannya.  Dalam bahasa sederhananya: Lu mau lulus cepat kek, lambat kek, itu urusan hati lu, pilihan lu sendiri!


Porsi kegiatan dalam ke-mapala-an memang lebih banyak, namun ini justru semakin menempa anggotanya agar mampu memanajemen waktu sebaik mungkin.  Tak pernah si Induk Semang (aku suka dengan sebutan ini), mengajukan permintaan berlebihan agar Anak-anaknya menyerahkan seluruh waktu untuknya.  Tak pernah sekalipun.

Si Mahasiswa lah yang harus berjibaku dengan pilihan-pilihan hidupnya, serius atau santai, cepat atau lambat, ya atau tidak.

Aku bagian dari mapala di kampusku.  Aku juga bagian dari mereka yang ‘tertunda’ kelulusannya.  Namun tak pernah sekalipun kupersalahkan Induk Semangku.

Hey, kalau ingin sombong, aku juga bisa lulus cepat (sekalisekali ingin kukatakan ini sambil menepuk dada di depan mereka yang mungkin saja sedang mencemoohku).  Di semester enam aku hampir menyelesaikan seluruh mata kuliahku, hanya satu mata kuliah kukerjakan di semester tujuh.  Namun kerinduanku untuk memenuhi bulibuli pengetahuan dalam diri ini membawaku pada pilihan untuk menunda kelulusanku.  Sayang sekali bukan jika masa ‘kritis’ku kuhabiskan hanya dengan tiga K (Kost, Kampus, Kantin)?

Kalau mampu dan mau, kenapa tidak anggota mapala lulus cepat?  Namun...ah...lagilagi ini persoalan pilihan.  Tak seorangpun dari orang lain yang mengerti seutuhnya dirimu selain dirimu sendiri.  Sekali lagi, tak ada pengaruhnya keikutsertaan dalam mapala dengan kelulusanmu.  Pilihan itu ada di tanganmu, kawan.

Kalau tak percaya, coba saja sendiri.
(Setelah itu datangi aku lagi untuk menceritakan hasil dari pilihanmu itu)




                                                                                                                       Celahati, 23 Agustus 2011

###
Tulisan ini juga ada disini dan disini

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO