Minggu, 27 November 2011

Bagiku, Tetap IBU

Setelah kemarin (dipaksa) menjadi juri untuk lomba Vocal Group Accoustic di kampus, hari ini kursi peradilan itu kembali kududuki.

Lomba yang berikutnya tadi merupakan ajang pencarian pasangan mahasiswa, yang akan menjadi icon kampus, laiknya Abang None yang mewakili Jakarta.

Bersama ketiga juri lainnya, kami berusaha membaca karakter para peserta melalui jawaban-jawaban pertanyaan yang kami lontarkan.

Acara pun dimulai. Peserta dipersilakan mengambil satu gulungan kertas yang berisi pertanyaan dari salah satu dewan juri.

Ketika gulungan pertama berpindah tangan ke genggaman pemandu acara, aku menarik nafas dalam-dalam dan berkata (tepatnya berteriak) dalam hati: pertanyaanku, ayo ayo, pertanyaanku, pertanyaan dari akuuu.

Benar saja. Ternyata pertanyaan pertama itu milikku: Siapakah orang yang paling berpengaruh dalam hidupmu? Kenapa ia menjadi sosok yang paling berpengaruh dalam hidupmu?
 

Aku menarik nafas dalam-dalam.
Seperti biasa, aku menjawabnya terlebih dahulu dalam hati dan pikiranku.

Ibu.
Ayo jawab saja ibu.
Jawablah ibu sebagai orang yang paling berpengaruh dalam hidupmu.
Jawablah ibu, aku mohon..

"Ayah" jawab peserta pertama itu mantap.

DEG!

Sesaat aku mematung demi mendengar kata pertama yang keluar dari peserta pertama ini. Sesaat seperti ada rasa perih yang perlahan menjalar di dadaku. Sesaat aku kehilangan kesadaran sedang berada di tengah-tengah ruangan bersama yang lainnya. Sesaat aku seperti merasa ingin berlari ke hutan dan berteriak sekencang-kencangnya.

Tidak, tidak. Ibuuu, harusnya jawabannya ibuuu, aku ingin jawabannya ibuuu..

"Orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya adalah ayah."

Tidak, tidak. Bagiku tetaplah ibu.

"Karena ayah adalah sosok yang berkharisma, mandiri dan mampu menjadi panutan di keluarga kami."

Tidak, tidak. Ibu, dengan kasih sayangnya, lebih mumpuni. Tak kenal lelah memberi penghidupan bagi anak-anaknya.

"Ayah itu lelaki yang bertanggungjawab dan mampu menjaga keluarganya, serta telah berhasil mendidik saya menjadi seperti sekarang ini."

Tidak, tidak. Ibu jauh lebih mengerti aku.

Aku terjaga dari lamunan ketika kurasakan tepukan di bahuku. Rupanya sedari tadi peserta telah selesai dengan jawabannya dan mereka masih menunggu reaksiku.
Aku sedikit tergagap.
Kuberikan tanda bahwa tak ada pertanyaan lanjutan dariku.

Kemudian aku terdiam.
Aku diam.
Diam.




###

Kalau memang ayah itu ada, kemana ia ketika aku menangis untuk pertama kalinya? Kemana ia ketika aku meringis saat lututku terluka karena belajar naik sepeda? Kemana ia ketika aku bersorak gembira ketika pertama kalinya berhasil memenangkan sebuah kompetisi? Kemana ia ketika semua orang memberiku ucapan selamat telah mengukir prestasi-prestasi menakjubkan lainnya? Kemana ia ketika aku ingin bercerita pengalamanku menapaki jengkal demi jengkal tanah-tanah indah di Indonesia? Kemana ia ketika aku berusaha mencari bahu dan pelukan hangatnya untuk mengurangi sesak yang menyiksa saat infus-infus itu sering menggerayangi tanganku? Kemana ia ketika kuperlukan jemarinya untuk mengusap air mata yang berebut keluar di saat-saat terendah dalam hidupku? Kemana ia saat...


Bagiku ibu tetaplah sosok yang paling berpengaruh dalam hidupku, pun apapun kata orang tentang sosok seorang ayah.
Bagiku ibu adalah ibu dan ayahku.

Cukup.








Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

3 comments:

m.y.t.h mengatakan...

sounds very tough!!
believe that your mother is a super mother, she must be so proud of you..

send my best regard to her.. ^,^

celahati mengatakan...

Ah, kebaca si Patemon -.-"

m.y.t.h mengatakan...

ckckck...respon komentar macam apa pula itu.. >,<