2011
Selama peradaban manusia masih ada dan terus berkembang, masalah pangan adalah masalah yang tidak akan ada habisnya untuk dibahas. Ketersediaan pangan akan selalu menjadi topik hangat untuk diperbincangkan dan erat kaitannya dengan pembangunan sektor pertanian.
.
.
Jikalau saja saya adalah seorang petani, pertama-tama saya akan belajar untuk mencintai profesi saya beserta segala rutinitasnya, karena dengan mencintai hal tersebut maka saya akan ikhlas dalam melakukan pekerjaan. Saya pun akan sedetail mungkin mencari tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan atau diperlukan jika saya menjadi petani.
Andai saya menjadi petani, saya mau punya sawah sendiri agar tidak ada lagi beban pikiran untuk sistem bagi hasil setelah panen tiba.
Andai saya menjadi petani, saya ingin semua pupuk disubsidi oleh pemerintah. Selain itu saya juga akan tetap mengimbangi dengan menggunakan pupuk organik demi kehigienisan hasil produksi pertanian saya.
Andai saya menjadi petani, saya ingin menjadi petani sukses yang bisa menginspirasi banyak orang untuk menjadi petani juga.
Andai saya menjadi petani, saya tidak ingin hanya memikirkan diri saya sendiri melainkan juga turut andil dalam lingkungan masyarakat dengan memberikan motivasi serta dorongan untuk masyarakat baik dari kalangan muda, dewasa hingga yang tua sekalipun.
Orang-orang masih bingung siapa sosok pemimpin di 2014. Andai saya petani, saya akan mencari pemimpin yang menjadikan Reforma Agraria sebagai basis pembangunan. Karena hakikatnya Pancasila, Pembukaan UUD 1945, UU PA No. 5 Tahun 1960, UU Perjanjian Bagi Hasil No. 2 Tahun 1960, UU PRP No. 56 Tahun 1960 adalah satu kesatuan, jika dipisah-pisahkan dan dilupakan maka “SELAMAT DATANG ETHIOPIA”.
Sampai kapanpun jika calon pemimpin bertutur tentang kesejahteraan dan keadilan tanpa bicara hal-hal di atas adalah omong kosong belaka. Persoalan bangsa yang tidak berdaulat adalah kita tak pernah sadar bahwa bangsa ini PENTING mengurusi sumber-sumber agraria (tanah, air, sumber daya alam dan antariksa) agar digunakan untuk kepentingan rakyat bukan orang-seorang bahkan korporasi asing.
Menurut saya, setidaknya ada tiga gambaran mengenai kondisi yang sangat mendesak dan wajib diperhatikan saat ini. Pertama, kondisi kesejahteraan petani. Kedua, kondisi kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Ketiga, kondisi perkembangan pertanian di era globalisasi.
Andai saya menjadi petani, saya akan mencoba merangkum pemikiran-pemikiran saya dengan harapan bisa menjadi sumbangsih saran bagi seluruh pihak yang terkait.
Jika berdaya saing dan berprinsip berdikari adalah syarat menuju negara yang berdaulat dan memiliki posisi tawar tinggi di iklim globalisasi, tentu pra-syarat untuk mencapai syarat tersebut harus dirumuskan terlebih dahulu.
Pertama, kemauan politik (political will) pemimpin nasional yang lahir dari kesadaran bahwa pembangunan pertanian dan kedaulatan pangan adalah sektor potensial dan strategis dalam menghadapi globalisasi. Celaka bagi bangsa ini jika tidak juga mengantisipasi investasi asing besar-besaran di bidang penguasaan dan kepemilikan lahan oleh korporasi raksasa asing, karena bukan tidak mungkin hakikat kita mempunyai tanah dan air sebagai alat produksi utama pertanian akan bergeser menjadi “penumpang tanah dan air” karena kepemilikan oleh asing bukan oleh bangsa sendiri.
Kedua, tentu prinsip keberdikarian dalam bidang pangan akan terasa hambar jika tidak mengikutsertakan program-program yang berbasis pada daya saing produk pertanian. Untuk meningkatkan kualitas agar mampu bersaing di era keterbukaan saat ini, tentu petani harus diberdayakan dengan pendidikan dan penyuluhan demi peningkatan kemampuan di bidang pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan karakteristik petani dan kearifan lokal. Kemudian, dalam hal perluasan kesempatan usaha, program operasionalnya adalah dengan kemudahan akses sumber daya finansial dan pengaturan rantai retribusi hasil panen yang berprinsip kesejahteraan bagi petani. Peningkatan daya saing idealnya turut ditunjang dengan peningkatan teknologi benih bermutu dan infrastruktur pertanian seperti jaringan irigasi, listrik, sarana penyimpanan dan pengemasan hasil panen yang dirancang khusus untuk meningkatkan mutu hasil pertanian. Hasil pasca panen produk pertanian harus dikemas sebaik mungkin menjadi produk pangan yang berkualitas dan agar pantas dan diterima oleh pasar internasional.
Ketiga, peningkatan daya saing juga harus mendapat sentuhan perhatian dari perangkat regulasi dari pemerintah. Perlindungan bagi petani dari persaingan yang tidak fair harus segera dijadikan prinsip regulasi. Proteksi bagi produk hasil pertanian Indonesia yang diberikan akses pasar menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini bertujuan agar petani tidak dirundung kekhawatiran dan mendapat perlindungan negara dari serbuan produk pertanian asing.
Tidak ada alasan untuk pesimis jikalau bangsa agraris seperti Indonesia mampu mengoptimalkan potensi besar yang ada. Semoga Indonesia dapat menemukan jalan keluar agar mampu mensiasati arus globalisasi dan dapat menegakkan kepala menjadi bangsa yang berdaulat di bidang pangan dan bukan tidak mungkin menjadi gudang pangan dunia.
Kita perlu merenungkan kembali pesan salah satu founding fathers negeri ini. Dalam pidatonya tahun 1952, Ir. Soekarno berkata “Aku bertanja kepadamu, sedangkan rakjat Indonesia akan mengalami tjelaka, bentjana, malapetaka dalam waktu dekat kalau soal makanan rakjat tidak segera dipetjahkan, sedangkan soal persediaan rakjat ini, bagi kita adalah soal hidup atau mati... Tjamkan, sekali lagi tjamkan, kalau kita tidak aanpakkan soal makanan rakjat ini setjara besar-besaran, setjara radikal dan revolusioner, kita akan mengalami malapetaka.”
Pesan tersebut menjadi pecutan semangat, untuk tidak usah ragu-ragu lagi dalam mengerahkan daya dan upaya semaksimal mungkin untuk menuju kedaulatan pangan yang relevan dengan kondisi zaman yang mengglobal.
Sehingga strategi visi ke depan untuk pembangunan, khususnya pertanian di Kalimantan Selatan, akan bermuara kepada pilihan ataukah mensinergiskan beberapa pilihan, yakni mengutamakan surplus produsen, mengutamakan surplus konsumen, mengutamakan penerimaan daerah atau meminimalkan kerugian sosial dan lingkungan. Reforma Agraria dalam arti sesungguhnya merupakan suatu jawaban atas problematika di atas.
Tuntutan akan permintaan akan energi terbarukan, kebutuhan akan makanan yang sehat dan bergizi, kebutuhan akan sandang dan papan menunjukkan bahwa pertanian akan terus hidup dan prospektif di masa yang akan datang.
Andai saya menjadi petani, saya akan tetap menguatkan hati untuk terus bertani. Karena saya menyadari betapa pentingnya peran ini dalam hal kepentingan hidup orang banyak. Siapa yang tak perlu makan? Tentu semua orang perlu makan. Siapa yang menjadi produsen utama makanan? Jawabnya tentu petani.
Andai saya menjadi petani, saya tidak memaksakan keturunan saya nanti juga harus menjadi petani. Saya akan memberi kebebasan bagi mereka untuk memilih masa depannya masing-masing. Namun yang terutama yang akan selalu saya terapkan adalah mereka harus menjadi cerdas dan selaras dengan alam, ibarat padi kian berisi kian merunduk.
Sekiranya itulah langkah-langkah awal yang akan saya lakukan jikalau saya menjadi petani. Tentunya masih banyak hal yang bisa dirumuskan ke depannya, namun kesemuanya itu terlalu panjang dan tak kan terangkum oleh saya dalam sebuah orasi pendek ini. Namun pada intinya saya berharap apa yang saya sampaikan ini bisa menjadi secercah inspirasi bagi siapa saja yang mendengarkan saat ini.
Terima kasih.
######
*Dibawakan pada saat lomba pidato dalam rangka Pekan Pertanian Rawa Nasional I di Banjarmasin, Kalsel, 14 Juli 2011
###
Tulisan ini juga ada disini dan disini
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
Jumat, 04 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 comments:
ternyata kamu suka berpidato..
bagaimana hasil lombanya?
:)
-A. Taruna
aku juga pengan jadi petani
@A. Taruna
Puji Tuhan, waktu itu dapet nomor urutan ketiga..
@Hilmy Nugraha
Kenapa? :)
Posting Komentar